PENGERTIAN ASWAJA
Apakah yang dimaksud dengan ASWAJA?
Dalam istilah masyarakat Indonesia, aswaja adalah singkatan dari Ahlus Sunnah Waljama’ah, dan ini terdiri dari tiga kata yaitu: Ahl (أهل) berarti keluarga, golongan atau pengikut pemilik, pelaku atau seorang yang menguasai suatu permasalahan. Al-Sunnah السنة)) yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, maksudnya semua yang datang dari Nabi saw berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi saw. Al-Jama’ah (الجماعة) yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah saw pada masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar r.a , ‘Umar r.a, Utsman r.a. dan ‘Ali r.a).
Atau dengan ungkapan lain ASWAJA adalah golongan mayoritas umat Islam yang secara konsisten mengikuti ajaran dan amalan (sunnah) Nabi Muhammad Saw. serta para sahabat-sahabatnya, dan membela serta memperjuangkan berlakunya di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam
Apakah dasar penamaan Ahlusunnah wal jama’ah?
Nama ahlussunnah wal jama’ah berdasar hadits Nabi:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
“Sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup di antara kalian dia akan melihat banyak perselisihan, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk setelah Aku” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud: 5/4607 dan tirmidzi: 5/2676 dan dia berkata hadits ini hasan shahih, juga oleh Imam Ahmad: 4/ 126-127, dan Ibnu Majah : 1/ 43).
Dan sabdanya pula:
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلّهَا فِيْ النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَة. قُلْنَا: مَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِيْ
“Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu galongan, dan telah berpecah kaum Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kamipun bertanya siapakah yang satu itu, wahai Rasulullah? beliau menjawab: yaitu barangsiapa yang berada pada yang aku dan para shahabatku jalani ini” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi: 5/ 2641, dan Al Hakim dalam mustadraknya: 1/ 128-129, dan Al Ajuri dalam Asy Syari’ah : 16, dan Imam Al Lalikaai dalam syarah ushul I’tiqaad Ahlis sunnah Wal jamaah: 1/ 145-147).
Sesungguhnya telah nyata apa yang telah diberitakan Rasulullah saw maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat di masa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya:
خَيْرُكُمْ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari:3/3650. dan Muslim : 6/ 86).
Nabi Muhammad SAW memberitahu bahwa umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, yang selamat hanya satu, lainnya binasa. Beliau ditanya: “Siapa yang selamat?” Beliau menjawab: “Ahlussunnah wal jamaah”. Ditanya lagi: “Siapa itu Ahlussunnah wal jamaah?”, Beliau menjawab: “yang mengikuti apa yang saya lakukan beserta para sahabatku”.
Kapankah aswaja itu muncul?
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa aswaja mempunyai dua pemahaman, sebagai ajaran dan sebagai kelompok. Sebagai ajaran, aswaja telah ada sejak masa Rasulullah saw, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Tirmidli, dan Ibn Majjah, dari Abu Hurairah ra: “Umat yahudi akan terpech menjadi 71 golongan, umat nashrani akan terpecah menjadi 72 golongan dan umat islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua golongan tersebut akan masuk neraka, kecuali satu golongan, yaitu orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah saw dan para shahabatnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa aswaja dalam arti ajaran, bukan sebagai aliran yang baru muncul sebagai reaksi munculnya aliran-aliran dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, dan sebagainya. Aswaja sudah ada sebelum aliran-aliran itu muncul. Justru kemunculan aliran-aliran tersebut sebagai pengganggu kemusnia aswaja.
Bagaimanakah sejarah munculnya aswaja sebagai firqah?
Munculnya aswaja dalam arti firqah (aliran/kelompok) tidak terlepas dari perdebatan dalam ilmu kalam. Aswaja pertama kali muncul pada tahun III H, kemunculan faham ini sebagai reaksi dari firqah-firqah yang sesat umpamanya: syiah, khawarij, mu’tazilah, murjia’ah, najariah, jabariah. Dalam pasang surut sejarah ummat Islam setelah meningggalnya Rasulullah, islam pernah dilanda kegoncangan spiritual ideologi yang sangat dahsyat, konsep keimanan dan ketuhanan banyak bermunculan yang menyimpang dari ajaran Nabi, seperti golongan khowarij yang sangat membenci pengikut sahabat Ali bin Abi tholib, pendapatnya yang sangat populer adalah orang yang berdosa besar adalah kafir. Dan golongan khowarij ini mendapatkan pertentangan yang sangat keras, dari pembela sahabat Ali bin Abi Tholib yang disebut kaum syiah, yang selalu mendewakan sahabat Ali. Sedang ada kelompok yang keluar dan anti pada kedua golongan diatas,disebut kelompok murjiah, kelompok murji’ah berpendapat bahwa berbuat maksiat, tidaklah mengandung mudhorot apabila sudah beriman. dan sebaliknya bahwa berbuat kebajikan tidak mengandung manfaat, jika masih kafir.
Selain tiga kelompok di atas, masih ada kelompok lain seperti Najariyah, Jabariyah, Qodariyah musyabihah dan mu’tazilah. golongan Najariyah berpendapat, bahwa perbuatan manusia semata-mata ciptaan Allah (Makhluq). pendapat ini hampir sama dengan pendapat yang diikuti golongan Jabariyah, yang berpendapat bahwa, manusia tidak berdaya apa-apa atau (Majbur), usaha atau ihtiyar sama sekali bukan kemampuan manusia, melainkan sudah ditentukan oleh Allah.
Golongan Jabariyah ini mendapat perlawanan keras dari golongan Qodariyah, yang menegaskan bahwa “Semua perbuatan manusia adalah ciptaannya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan Allah, manusia dapat dan mampu menentukan perbuatannya sendiri-sendiri.
Golongan Musyabihah, golongan ini menyerupakan Allah dengan manusia. menurut kelompok ini Allah mempunyai tangan, kaki bahkan duduk diatas kursi (Arsy). Dan golongan yang lebih fatal lagi adalah golongan Mu’tazilah yang muncul pada tahun 100 H 1dua 5 H (73-748M), pada masa Kholifah Hisyam bin Abdul Muluk dari bani Umayyah, pada mulanya aliran ini tumbuh karena ketidakpuasan terhadap kebijakan Kholifah Hasan Bin Ali bin Abi Tholib yang menyerahkan kekuasaannya pada Kholifah Mua’wiyah dari bani Umayyah.
Mereka kecewa pada kelicikan muawiyah, maka mereka mengasingkan diri dari kancah politik dan berkonsentrasi pada soal-soal ilmu pengetahuan. Golongan ini tumbuh dan berkembang dengan pesat saat dipimpin oleh Ali Bin Atho’ dan Umar bin Ubaid yang bertempat dekat kota basyrah, Ketika itu menjadi cabang utama secara organisasi. Golongan ini akhirnya menyebar sampai ke Irak, dan menjadi besar karena mendapatkan dukungan penuh dari Kholifah Bani Umayyah, Yazid bin Walid kemudian Kholifah Bani Abasiyah Makmun bin Harun Al Rasyid, Al Mu’taim bin Harun Al Rayid Al Atiq bin Al Mu’taim.
Doktrin Mu’tazilah yamg paling pokok adalah 1) Tauhid yang menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah yang sama dengan kita, 2) Al-Adl (keadilan Tuhan), keadilan ini sama pentingnya dengan tauhid, sehingga golongan ini menyatakan sebagai Ahlut Tauhid wal ‘Adl, 3) Alwa’ du wal waid, janji baik dan buruk, tuhan tidak menjadikan perbuatan hambanya ,semua perbuatan manusia adalah karena kehendak manusia sendiri. karenanya jika berbuat baik akan mendapat pahala dengan janji surga. (dan sebaliknya jika berbuat kejahatan akan menerima dosa dan siksa, 4) Manzilun baina manzilataini, ini adalah tempat di antara surga dan neraka. apabila seseorang itu amalnya yang baik dan jahat itu sama, maka ia akan berada di antara surga dan neraka., 5) Amar ma’ruf nahi mungkar, dasar ini dijadikan motifasi untuk menyebarkan fahamnya yang diyakini kebenarannya, itu harus dilakukan mekipun harus dengan peperangan.
Demikianlah ragam aliran yang muncul dalam dinamika perkembangan Islam, baik itu dilatar belakangi akibat masalah politik, ataupun murni penafsiran ajaran agama Islam.
Pada Abad ke III, lahir aliran yang menamakan diri Ahlusunnah wal-jamaah, aliran ini lahir karena perkembangan pemikiran mu’tazilah yang begitu menyesatkan ummat Islam pada saat itu, golongan mu’tazilah sedang berkembang dengan pesatnya, dan kondisi ini jika dibiarkan, maka akan terjadi kekacauan dalam dunia Islam. aliran yang dinamakan ahlussunnah wal -jamaah lahir, dan berusaha untuk meluruskan ajaran agama Islam.hal ini sebagaimana yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW dan sahabatnya.
Dalam kajian ilmu kalam, istilah ahlu sunnah wal jamaah ini sudah banyak dipakai sejak masa sahabat, sampai generasi berikutnya. Penyebutan ahlu sunnah wal jamaah juga digunakan untuk membedakan kelompok ini dengan kelompok khowarij, murjiah, muktazilah, dan lainnya. Para imam madzhab, Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I, dan Imam Hambali dikenal sebagai tokoh aswaja sebelum munculnya Imam Asy’ari, Imam al-Maturidy dan tokoh-tokoh mutakallimin lainnya.
Dalam arti yang lebih luas, ahlussunnah wal jamaah tidak hanya terdiri dari satu kelompok aliran, akan tetapi ada beberapa sub-aliran. Terdapat beberapa aliran yang masing-masing mengklaim bahwa dialah ahlu sunnah wal jamaah.
Umumnya para ulama berpendapat bahwa dalam kajian Ilmu Kalam yang dimaksud dengan firqah (pengelompokan) yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah dalam masalah aqidah (ushuluddin) bukan dalam masalah fiqhiyah atau furuiyyah atau ijtimaiyyah. Akan tetapi seringkali di lingkungan warga nahdliyyin terdapat pernyataan-pernyataan yang menggunakan masalah khilafiyah fiqhiyyah (perbedaan dalam masalah fiqh) sebagai ukuran seseorang itu Ahlussunnah atau bukan. Misalnya, orang yang qunut pada sholat subuh itu Ahlussunnah, atau yang shalat terawihnya 20 rakaat itu Ahlussunnah. Pernyataan tersebut jelas bukan aswaja sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits tersebut di atas. (bersambung…)
By : @Azzah Zumrud