Sejarah Singkat Muslimat NU

Muslimat Nahdlatul Ulama adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat sosial keagamaan dan merupakan salah satu Badan Otonom dari Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Didirikan pada tanggal 26 Rabiul Akhir bertepatan dengan tanggal 29 Maret 1946 di Purwokerto. Hingga kini dipimpin oleh Ketua Umum Hj. Khofifah Indar Parawansa, yang sekaligus juga Gubernur Provinsi Jawa Timur.

Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, 1938 menjadi momen awal gagasan mendirikan organisasi perempuan NU itu muncul. Dua tokoh, yakni Ny R Djuaesih dan Ny Siti Sarah tampil sebagai pembicara di forum tersebut mewakili jamaah perempuan. Ny R Djuaesih secara tegas dan lantang menyampaikan urgensi kebangkitan perempuan dalam kancah organisasi sebagaimana kaum laki-laki. Ia menjadi prempuan pertama yang naik mimbar dalam forum resmi organisasi NU. Secara internal, di NU ketika itu juga belum tersedia ruang yang luas bagi jamaah perempuan untuk bersuara dan berpartisipasi dalam penentuan kebijakan. Ide itu pun disambut dengan perdebatan sengit di kalangan peserta Muktamar. Setahun kemudian, tepatnya pada Muktamar NU ke-14 di Magelang, saat Ny Djuaesih mendapat tugas memimpin rapat khusus wanita oleh RH Muchtar (utusan NU Banyumas) yang waktu itu dihadiri perwakilan dari daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat, seperti Muntilan, Sukoharjo, Kroya, Wonosobo, Surakarta, Magelang, Parakan, Purworejo, dan Bandung. Forum menghasilkan rumusan pentingnya peranan wanita NU dalam organisasi NU, masyarakat, pendidikan, dan dakwah.

Akhirnya pada tanggal 29 Maret 1946, bertepatan tanggal 26 Rabiul Akhir 1365 H, keinginan jamaah wanita NU untuk berorganisasi diterima secara bulat oleh para utusan Muktamar NU ke-16 di Purwokerto. Hasilnya, dibentuklah lembaga organik bidang wanita dengan nama Nahdlatoel Oelama Moeslimat (NOM) yang kelak lebih populer disebut Muslimat NU. Hari inilah yang di kemudian hari diperingati sebagai hari lahir Muslimat NU sampai sekarang. Pendirian lembaga ini dinilai relevan dengan kebutuhan sejarah. Pandangan ini hanya dimiliki sebagian kecil ulama NU, di antaranya KH Muhammad Dahlan, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH Saifuddin Zuhri.

Atas dasar prestasi dan kiprahnya yang demikian, Muktamar NU ke-19 di Palembang pada tahun 1952, Muslimat NU memperoleh hak otonomi. Muktamirin sepakat memberikan keleluasaan bagi Muslimat NU dalam mengatur rumah tangganya sendiri serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya di medan pengabdian. Sejak menjadi badan otonom NU, Muslimat lebih bebas bergerak dalam memperjuangkan hak-hak wanita dan cita-cita nasional secara mandiri. Dalam perjalanannya, Muslimat NU bergabung bersama elemen perjuangan wanita lainnya, utamanya yang tergabung dalam Kongres Wanita Indonesia (Kowani), sebuah federasi organisasi wanita tingkat nasional. Di Kowani, Muslimat NU menduduki posisi penting.

Para ketua umum PP Muslimat NU dari masa ke masa yaitu :

  1. Ny. Chodijah Dahlan (1946-1947)
  2. Ny. Yasin (1947-1950)
  3. Ny. Hj. Mahmudah Mawardi (1950-1979)
  4. Hj. Asmah Syahruni (1979-1995)
  5. Hj. Aisyah Hamid Baidlawi (1995-2000)
  6. Hj. Khofifah Indar Parawansa (2000- sekarang).

 

Visi dari Muslimat NU adalah untuk mewujudkan masyarakat sejahtera berkualitas, dijiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diridhoi Allah SWT.

Misinya adalah :

  1. Mewujudkan masyarakat Indonesia khususnya perempuan yang bertaqwa kepada Allah SWT, berkualitas dan mandiri.
  2. Mewujudkan masyarakat Indonesia khususnya perempuan yang sadar akan hak dan kewajibannya baik sebagai pribadi, warga negara maupun anggota masyarakat sesuai ajaran Islam.
  3. Melaksanakan tujuan Jam’iyah NU untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, bermartabat dan diridlai Allah SWT.
  4. Membumikan Islam Rahmatan Lil’Alamin sebagai gerakan moral Dakwah Muslimat Nahdlatul Ulama.

Arti Lambang :

1. Bola dunia terletak ditengah-tengah berarti tempat kediaman untuk mengabdi dan beramal guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

2. Tali yang mengikat berarti agama Islam sebagai pengikat kehidupan manusia, untuk mengingatkan agar selalu tolong menolong terhadap sesama dan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT.

3. Lima buah bintang terletak diatas, yang  terbesar dipuncak berarti : Sunnah Rasulullah SAW yang diikuti dengan setia oleh empat sahabat besar : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Radhiyallah’anhum.

Arti seluruh bintang yang berjumlah sembilan buah yaitu : Walisongo atau Wali Sembilan yang berarti dalam berdakwah meneladani tata cara Wali Songo, yakni dengan cara damai dan bijaksana tanpa kekerasan.

Arti Warna:

* Putih melambangkan ketulusan dan keihlasan.

* Hijau melambangkan kesejukan dan kedamaian.

* Tulisan Nahdlatul Ulama berarti : Muslimat NU bagian yang senantiasa meneruskan dan mencerminkan perjuangan ulama.

 

Program dan Kegiatan

Jumlah Anggota Muslimat Nahdlatul  Ulama diperkirakan mencapai 32 juta yang tersebar di 34 Pimpinan Wilayah (Tingkat Provinsi), 532 Pimpinan Cabang (Tingkat Kabupaten / Kota), 5.222  Pimpinan Anak Cabang (Tingkat Kecamatan), dan 36.000 Pimpinan Ranting (Tingkat Kelurahan / Desa).

Untuk Layanan Sosial dan Kesehatan, Muslimat Nahdlatul  Ulama Memiliki :

  • 104 Panti Asuhan
  • 10 Asrama Putri
  • 10 panti Jompo
  • 108 Pusat Layanan Kesehatan (RS/RSB/Klinik)

Layanan Pendidikan :

  • 9800 Taman Kanak-Kanak dan Rauddlotul Athfal (TK/RA)
  • 350 Taman Pendidikan Al-Qur’an
  • 6226 Pendididkan Anak Usia Dini (PAUD)

Layanan Dakwah :

  • 000 Majlis Taklim dan Himpunan daiyah Muslimat Nahdlatul Ulama

Layanan Koperasi :

  • 1 Induk Koperasi Induk An_Nisa’
  • 9 Koperasi Sekunder
  • 144 Koperasi Primer yang berbadan Hukum
  • 355 Tempat Pelayanan Anggota Koperasi (TPAK)

        Layanan Ketrampilan :

  • 11 Balai Latihan Kerja (BLK)

Layanan Bimbingan Haji :

  • 146 Kelompok Bimbingan Ibadah Haji

 

 

[instagram-feed]
[instagram-feed]

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.