Ibu Nyai Hj. Azzah Noor laila (Bu Nyai Azzah) merupakan istri dari K.H. Abdullah Kafabihi Mahrus yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren HMQ Lirboyo. Bu Nyai Azzah lahir di Cirebon, 19 Februari 1966. Bu Nyai merupakan anak keenam dari delapan bersaudara, dari pasangan K.H. Muhammad dan Nyai Hj. Ummu Salma. Kakeknya bernama K.H. Syathori dan neneknya bernama Nyai. Hj. Masturo.
Bu Nyai Azzah memulai pendidikan dengan belajar ilmu agama kepada ayahnya. Ayah Bu Nyai Azzah sudah memberikan dasar-dasar agama, kehidupan, dan keteladanan sejak putra putrinya masih belia. Ayahnya menyampaikan pengajaran tersebut melalui dongeng dan nyanyian, sehingga pelajaran tersebut sangat membekas bagi putra putrinya. Bu Nyai Azzah menamatkan pendidikan formalnya di MTsN Arjuwinangun pada 1980. Semasa Bu Nyai Azzah belajar, pagi dihabiskan di madrasah formal dan siangnya di madrasah informal (Madrasah Diniyyah).
Selepas menyelesaikan sekolah di MTsN, Bu Nyai melanjutkan pendidikannya dengan mondok tahfiz di Kudus, di tempat Mbah K.H. Arwani. Selain itu, Bu Nyai Azzah berkecimpung dalam komunitas yang memiliki visi misi membumikan nama Al-Qur’an, di antara komunitas yang Bu Nyai Azzah ikuti yakni An-Nahdhoh, As-Sa’adah, dan Jam’iyyah Ar-Rahmah.
Di balik keberhasilan seorang anak pasti ada seseorang yang berpengaruh dalam kehidupannya. Begitupun di balik keberhasilan Bu Nyai Azzah. Seseorang yang sangat berpengaruh adalah ayahnya sendiri, karena dalam proses mendidik, ayah Bu Nyai Azzah tidak pernah marah dan selalu memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Ayahnya (K.H. Muhammad) senantiasa mengajarkan pendidikan akhlak,fiqh, dan menanamkan karakter kepribadian diri sejak anak-anak beliau masih kecil, karena kebaikan itu harus diusahakan dan ditanamkan. Ayah Bu Nyai Azzah selalu memberikan petuah bahwa menolong bukan hanya pada manusia, tapi juga pada makhluk hidup.
Bu Nyai Azzah dalam memaknai arti kehidupan berpendapat bahwa hidup itu dijalani bukan dipikirkan, dan hidup untuk selalu bersyukur. Bu Nyai Azzah tidak memiliki target akan menjadi ini itu. Bu Nyai menjalani hidup dengan harapan yang sederhana. “Belajar dan diamalkan”, dan menikmati hidup. Dengan hal tersebut, bukan berarti Bu Nyai Azzah santai-santai, namun lebih mengarah pada banyak husnuzan pada Allah. Pencapaian orang berbeda-beda, begitupun Bu Nyai Azzah mengatakan bahwa, “Yang saya terima adalah bagian saya. Yang ada pada orang lain memang bagian orang lain, karena Allah yang menakar semua itu. Yang tidak ada pada saya bukan kegagalan tapi memang bukan milik saya.” Dawuh Bu Nyai Azzah.
Mengenai pandangan terhadap Muslimat NU, Bu Nyai Azzah mengatakan bahwa Muslimat NU memberikan dampak positif bagi mereka yang berkecimpung dalam masyarakat, membangun akhlakul karimah, mengayomi masyarakat, dan melindungi maupun menampung masyarakat agar tidak terbawa oleh aliran sebelah.
Bu Nyai memberikan beberapa amalan yang biasa dibaca santri setiap harinya maupun setiap minggunya. Amalan harian di antaranya yakni membaca Asmaul Husna, surah Yasin, Al-Waqiah, dan membaca Widul Latif. Untuk amalan mingguannya senidiri yakni membaca Selawat Nariyah 4.444 kali, Selawat Thibbil Qulub 100 kali, Surah Al-Fatih 100 kali, dan Selawat Nuril Anwar 100 kali.
Mengartikan definisi perempuan hebat, Bu Nyai Azzah berpendapat bahwa perempuan hebat adalah perempuan yang bertanggung jawab pada keluarganya, yang membersamai pertumbuhan dan perkembangan anak, yang mampu memberikan pelajaran pada anak, terutama ilmu ubudiah dan pendidikan akhlak, dan mampu memberikan petuah-petuah untuk anak. (Buku Seri-1 Ensiklopedia Bu Nyai,Biografi Bu Nyai, HIDMAT MNU Pusat).
By : @Azzah Zumrud