Depok-FGM atau (female genital mutilation) atau sunat pada perempuan telah menurun sebanyak 24% sejak tahun 2000. Namun angka FGM masih tetap tinggi di 30 negara, hasil survey tahun 2015 menunjukkan bahwa 1-3 perempuan usia 15-19 tahun telah dilakukan sunat. Indonesia sendiri masuk 3 Negara terbanyak pelaku FGM di dunia. Hal ini dikarenakan dorongan tradisi, budaya, bahkan agama.
Dr. Muhammad Fadli, Sp. Og. mengatakan bahwa FGM adalah praktik yang tidak ada tuntunannya di dunia kedokteran, bahkan IDI dan kementerian kesehatanpun tidak pernah sekalipun menganjurkannya. Sehingga dalam tinjauan medis FGM atau sunat perempuan merupakan hal yang sudah lama ditinggakan karena berbahaya dan tidak bermanfaat.
“Kalau memang khitan perempuan itu bermanfaat pasti banyak Institusi atau lembaga Kesehatan yang berlomba mengembangkannya, namun nyatanya tidak. Karena berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian” (27/02)
Jadi kalau ada Dokter atau tim medis melakukan FGM dan muncul komplikasi maka boleh dan wajib dituntut, karena pada dasarnya tidak ada Dokter manapun yang memiliki kompetensi dalam bidang Khitan Perempuan, karena tidak adanya materi dan SOPnya.
Sangat disayangkan praktik-praktik FGM yang berkembang dimasyarakat Indonesia banyak yang tidak sesuai standart medis, ada yang memakai silet, bambu lancip, bahkan ada yang memakai gunting kuku, begitu ditanya bagian mana yang dikhitan dan bagaimana caranya?, dukun sunat tersebut menjawab: “saya nga begitu lihat dok ya langsung saya khitan saja saat seet seeet gitu”. Ada juga yang menjadikannya tradisi, dengan mengurungnya dalam kandang Ayam lalu menaruh Ayam jago agar mamatok kemaluannya, juga ada daerah yang menjadikan Khitan Perempuan satu paket dengan tindik.
FGM sendiri meruapakan pemotogan/perlukaan genital wanita mencakup tindakan yang dilakukan secar sengaja untuk merubah atau mencederai organ genital wanita tanpa indikasi medis. Hal ini menjadi perhatian WHO dan dunia karena dianggap merupakan kekerasan berbasis gender. Kelamin perempuan memiliki ukuran yang pendek jadi sangat berbahaya jika dipotong secara berlebihan karena dapat menganggu saluran pencernaan.
Area kemaluan sendiri merupakan organ tubuh yang sensitif, sehingga rawan pendarahan, iritasi, dan infeksi, resiko tersebutpun bersifat langsung karena tidak memiliki perantara lain sama seperti kulit yang langsung gatal ketika alergi, begitu juga kemaluan. Indonesia sendiri merupakan daerah tropis sehingga banyak Perempuan yang mengalami keputihan.
Di Banten ada kasus bayi meninggal karena pendarahan ketika di khitan, saat pendarahan dan dibawa kerumah sakit pendarahanya tidak berhenti sehingga kehabisan darah dan menyebabkan kematian, juga kasus-kasus trauma karena rasa sakit saat khitan ketika kecil. Sehingga khitan perempuan ini lebih banyak bahayanya dan tidak ada manfaatnya.
Kalau masih mau melakukan khitan jangan disebut memotong tapi kita sebut “membersihkan” yaitu praktik-praktik khitan perempuan ramah yang hanya menggunakan kunyit dan betadine untuk membersihkan area kemaluan dari kotoran-kotoran saja. (Aad)