Muslimatnu.or.id – PP Muslimat NU Bidang Organisasi dan Keanggotaan telah melaksanakan Seminar Online bertema Pemulasaraan Jenazah Covid-19 melalui aplikasi Zoom pada hari Jum’at, 18 April 2020. Dimulai Pk. 14.00-selesai. Materi disampaikan oleh Ibu Dra. Mursyidah Thahir, MA, Bpk. Edi Suyanto, dr. SP.FK, Prof. Dr. Sri Mulyati, MA, Ph.D, dengan moderator dr. Wan Nedra, M.Kes. Seminar ini membahas bagaimana cara melakukan pemulasaraan jenazah yang terjangkit Covid-19 dilihat dari segi medis, forensik dan fiqh Islam.
Berdasarkan penjelasan Hj. Mursyidah Thahir, pemulasaran jenazah terdiri dari kondisi normal dan darurat. Jika dalam kondisi normal jenazah dimandikan, dikafani, dishalati dan dimakamkan maka pada kondisi darurat dapat diberlakukan prosedur yang berbeda. Pada kondisi jenazah yang tidak dapat dimandikan dapat ditayamumkan, kemudian jika tidak dapat dikafankan dapat menggunakan pakaian yang dipakai dan pada bencana besar seperti tsunami dapat dimakamkan massal. “Untuk pemulasaraan jenazah Covid-19 dapat dilakukan di kamar sendiri sesuai syariah dan protokol medis, sesuai ayat Al-Qur’an sebagai orang yang mati syahid”, jelas Hj. Mursyidah.
Pemaparan dilanjutkan oleh dr. Eddy Suyanto, SpFK. Beliau menjelaskan bahwa Virus Covid-19 masih dapat bertahan hidup 6-8 jama pada jenazah. “Masih berpotensi menularkan, namus setelah 8 jam virus tidak bisa hidup pada jenazah”, jelas dr. Eddy. Untuk memandikan jenazah pasien Covid-19 petigas wajib memakai APD lengkap di ruang khusus dan keranda khusus (tidak bocor). Keluarga yang ikut memandikan hanya boleh satu sampai dua orang dan wajib mengikuti protokol medis termasuk juga menggunakan APD lengkap. Jenazah dimasukkan ke dalam plastik khusus kemudian dikafankan, dilapisi lagi dengan plastik baru dimasukan kedalam peti. Jenazah harus sesegera mungkin dimakamkan.
Ditekankan bahwa penggunaan APD merupakan syarat mutlak bagi siapapun yang mempersiapkan jenazah mulai dari memandikan hingga memakamkan. Bagi anggota keluarga yang ingin ikut memandikan, wajib menggunakan APD lengkap. Muslimat NU dari tingkat PP hingga ke ranting wajib mengetahui dan mampu melaksanakan pemulasaraan jenazah bagi jama’ah dan warganya, sehingga diperlukan suatu petunjuk teknis yang dapat dijadikan pegangan oleh pengurus dari mulai tingkat Pusat hingga Anak Ranting. Untuk itu akan dibuat sebuah e-Juknis Pemulasaan Jenazah Covid-19 (dalam bentuk digital) yang nantinya akan disebarkan kepada seluruh pengurus Muslimat NU se-Indonesia dan PCI, agar memiliki rujukan bersama yang dapat dilaksanakan di wilayahnya masing-masing. Petugas pemakaman wajib menggunakan APD biasa yaitu sarung tangan dan masker. Pakaian petugas yang digunakan petugas untuk memandikan jenazah bisa digunakan kembali asalkan direndam dahulu dengan chlorin atau disinfektan. Dengan mengikuti prosedur tersebut, virus Covid-19 tidak akan menular lagi di pemakaman.
Sesi terakhir diisi oleh Prof. Sri Mulyati, MA, Ph.D. “Untuk jenazah yang tidak mungkin dishalatkan, dapat dishalatkan dengan Shalat Ghaib” tutur Prof. Sri Mulyati. Umat Islam yg wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk syahid akhirat. Hak hak jenazah wajib dipenuhi. Jenaxah dimandikan dengan cara mengucurksn air secara merata ke seluruh tubuh, tanpa membuka pakaiannya. Jika tidak mungkin, boleh ditayamumkan, jika tidak mungkin juga. Dharurat Syar’iyat berlaku, tidak dimandikan dan tidak ditayamumkan. Pelaksananya jika mungkin berjenis kelamin sama, namun jika darurat dapat dilakukan oleh petugas yang tersedia saja, menggunakan APD berdasarkan protokol medis. Setelah itu dikafani dgn kain yg menutup seluruh tubuh, lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman, tidak tembus air. Lalu dimasukkan kedalam peti dengan dimiringkan ke kanan, sehingga ketika masuk ke liang lahat, langsung menghadap ke arah kiblat. Segera disholatkan, minimal satu orang, jika tidak mungkin, dapat dilakukan Sholat Ghaib saja. Prosedur ini merujuk pada referensi fatwa MUI pusat no. 16 thn 2020 dan Bahtsul Masail PBNU, 21 Maret 2020.