Depok-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengadakan Workshop Sinergi Bagi Organisasi Keagamaan Muslimat NU dalam rangka Pencegahan Sunat Perempuan. Workshop tersebut merupakan tindaklanjut dari Musyawarah Ulama Pesantren se- Indonesia tentang bahaya dan pencegahan Sunat Perempuan, Rabu (26/02) di The Margo Hotel Kota Depok.
Menurut Drs. Dodi Muhammad Hidayat, M. Kom. I selaku Kepala Bidang Partisipasi Organisasi Keagamaan, kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman agar KemenPPPA dan Organisasi Muslimat NU memiliki satu perspektif yang sama, yaitu bahaya sunat perempuan jika dilakukan secara berlebihan, bahkan hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan.
Workshop tersebut akan berlansung selama dua hari 26-27 Februari 2020. Adapun dihari pertama akan diisi dengan materi kebijakan-kebijakan KemenPPPA terkait praktik sunat perempuan, kemudian dilanjutkan hari kedua dengan pengayaan materi tentang sunat perempuan baik dari perspektif Islam maupun kesehatan yang akan disampaikan oleh pakar dan tim ahli.
Bapak Dodi berharap ada tindak lanjut setelah workshop ini selesai bagi Organisasi Muslimat NU penyuluhan-penyuluhan seperti ini tidak hanya diselenggarakan di pusat saja tapi juga di seluruh cabang Muslimat NU yang ada di Indonesia, sehingga edukasi masyarakat dapat merata sampai ke tingkat desa.
Ketua PP Muslimat Ibu Dr Mursyidah Thahir dalam sambutannnya, menjelaskan sedikit sejarah khitan perempuan yang ternyata tidak terdapat keterangan ataupun riwayat dalam al-Qur’an, yang ada adalah kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan sunat untuk pertama kali saat berusia 70 th menggunakan batu yang tajam tipis dan tajam, kemudian mengkhitan anggota laki-laki keluarganya. Tradisi tersebut kemudian turun temurun sampai kepada Rasullallah Muhammad Saw, yang kemudian bertemu dengan Ummu Athiyah RA yang saat itu merupakan dokter spesialis khitan perempuan dimadinah, kemudian Nabi menjelaskan bahwa Khitan berhukum wajib bagi laki-laki dan (makrumah) membolehkan Khitan bagi perempuan asal tidak sampai berlebihan dalam memotongnya, Kalau berlebihan hukumnya berubah menjadi Haram.
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Indra Gunawan, SKM, MA. memberikan arahan terkait isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, bahkan kasus-kasus kekerasan berbasis gender ini sudah lama menjadi isu Internasional selain pernikahan anak usia dini juga termasuk didalamnya sunat Perempuan. Indonesia sendiri juga dianggap melegalkan sunat perempuan, padahal dalam hal ini pemerintah terutama KemenPPPA tidak mengajurkan hal tersebut, jika lebih banyak bahaya yang ditimbulkan setelahnya.
Acara dilanjutkan dengan workshop yang dibawakan oleh Dra Maydian Werdiastuti, M. Si. selaku Asisten Deputi Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan. Selain dengan Ormas KemenPPPA juga bekerjasama dengan Universitas Islam Negeri di 4 Provinsi dan Universitas-universitas Umum guna mengkaji terkait isu sunat Perempuan dalam kajian keislaman, maupun kesehatan, Indonesia sendiri tidak separah Mesir, dan Afrika yang berlebihan dalam praktik sunat perempuan sehingga dikategorikan sebagai kekerasan.
Program workshop ini adalah salah satu road map dalam pelayanan pemerintah dalam pembangunan dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang akan dilihat hasilnya pada tahun 2030. Ada 17 tujuan dan 169 indikator di dalam SDGs. Dari 17 tujuan tersebut, tujuan kelima merupakan tujuan yang spesifik membicarakan tentang kesetaraan gender sehingga erat kaitannya dengan isu pemberdayaan perempuan. Perempuan harus ditempatkan, tidak saja sebagai objek dari pencapaian SDGs semata, namun tak kalah penting, perempuan juga harus diposisikan sebagai subjek dalam pencapaian SDGs tersebut. (Aad)