Radikalisme adalah ancaman nyata dan serius yang secara terus-menerus menebar ancaman dan ketakutan, bahkan tak segan mengumbar kematian. Aksi-aksi bom bunuh diri hanyalah buah dari radikalisme yang menjadi akar sesungguhnya. Maka jika ingin melawan terorisme,yang harus diperangi terlebih dahulu adalah ancaman radikalisme itu.
Nabi Muhammad Saw. berdakwah dengan damai walaupun diawali ditengah-tengah kaum musyrik, di sekitar Ka’bah simbol sembahan kaum musyrik bentuk patung dan berhala, tetapi dengan keunggulan akhlak dan budi ajaran Islam berangsur diikuti penduduk pada masa itu. Sesuai dengan ayat Al-qur’an Surah Ali Imron ayat : 159. https://youtube.com/channel/UCaJ70QG-RFEg2JdgtJhHC8Q
Aksi kekerasan atas nama agama perlu disikapi dan diberi perhatian serius. Pembiaran terhadap radikalisme akan membuat pandangan orang terhadap agama semakin buruk, padahal agama sejatinya begitu suci dan mulia. Ancaman radikalisme bukan lagi ancaman “kaleng-kaleng” yang hanya menggertak tapi “gertak sambel”. Ia juga bukan seperti “tong kosong yang nyaring bunyinya”. Militan dan radikal menterjemahkan konsep jihad perlu bedah konstruktif pemahaman jihad.
Apa yang harus dilakukan? Itulah pertanyaan besar yang harus dijawab bersama. Mencegah dan melawan radikalisme adalah tantangan sekaligus tanggung jawab bersama antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Secara khusus, tokoh-tokoh agama dan institusi-institusi keagamaan, seperti masjid, majelis taklim, sekolah-sekolah agama sudah seharusnya menjadi ujung tombak dalam mencegah penyebaran ajaran dan sikap beragama yang radikal. Gagasan-gagasan agama yang washatiyah (moderat) yang mengajak kepada sikap beragama yang damai perlu didakwahkan secara luas dan massif. Mimbar-mimbar masjid, podium-podium majelis taklim, atau bangku-bangku sekolah perlu mengemas sajian-sajian materinya, kurikulumnya agar lebih mencerahkan dan mencerdaskan.
Selanjutnya kewaspadaan terhadap gerakan kelompok radikalisme juga perlu ditingkatkan. Tidak sedikit masjid atau majelis taklim yang terpapar paham kelompok radikal. Untuk alasan apapun, paham dan kelompok radikal ini seharusnya tidak diberi ruang dan kesempatan untuk berkembang. Itu bisa dilakukan jika setiap elemen masyarakat memiliki kesadaran dan pemahaman tentang radikalisme dan bahayanya.
Masjid-masjid sudah harus selektif memilih siapa yang mengisi mimbar-mimbarnya. Demikian juga dengan majelis taklim perlu lebih selektif memilih siapa mengajar apa. Kelengahan yang kecil selalu bisa menjadi celah masuknya paham dan kelompok radikal untuk menyebarkan ajarannya, dan pada akhirnya menguasai masjid dan majelis taklim tersebut.
Majelis taklim memiliki peran yang strategis untuk membentengi umat, khususnya kalangan perempuan, dari keterpaparan paham radikal. Posisi sentral dan pengaruh kuat yang dimiliki oleh ustadz/ah (Pembina Majelis Taklim) akan menjadi rujukan utama setiap anggota atau jamaah dalam menentukan pilihan corak keberagamaan yang dianutnya. Karena itu, peran sentral ini mesti dimaksimalkan untuk memberikan pemahaman keagamaan yang wasathiyah agar para jamaah memiliki pondasi pemahaman yang kuat secara internal penguatan internalisai nilai-nilai wasathiyyah dan secara eksternal kemampuan untuk tidak terpengaruh paham-paham radikal.
@Azzah Zumrud (A-Zhoem)