muslimatnu.or. id. Bagaimana beragama di tengah maraknya pemahaman agama yang ekstrem, akhir-akhir ini. Sebagai umat Islam yang harus mengedepankan amar makruf nahi mungkar, tentu harus memiliki jalan keluar baik dalam sikap maupun pilihan di antara pendapat-pendapat yang beragam.
Salah satu jalan adalah dengan memilih sikap moderat dalam beragama. Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan hingga tidak menghiraukan akal atau nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks. Pendek kata, moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.
Apa sesungguhnya moderasi beragama itu. Berikut penjelasan terkait moderasi beragama yang diambil dari buku Tanya Jawab Moderasi Beragama terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Moderasi beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya.
Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Bukan agama jika ia mengajarkan perusakan di muka bumi, kezaliman, dan angkara murka. Agama tidak perlu dimoderasi lagi.
Namun, cara seseorang beragama harus selalu didorong ke jalan tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena seseorang bisa berubah menjadi ekstrem, tidak adil, bahkan berlebih-lebihan dalam memahami dan mempraktikkan ajaran agama.
Kodratnya, manusia adalah makhluk dengan keterbatasan pengetahuan dalam memahami semua esensi kebenaran Pengetahuan Tuhan yang luas dan dalam, bak samudra. Keterbatasan ini yang mengakibatkan munculnya keragaman tafsir ketika manusia mencoba memahami teks ajaran agama. Kebenaran satu tafsir buatan manusia pun menjadi relatif, karena kebenaran Hakiki hanya milik-Nya.
Karenanya, kewajiban setiap umat beragama adalah meyakini tafsir kebenaran yang dianutnya, seraya tetap memberikan ruang tafsir kebenaran yang diyakini oleh orang lain. Memang, dalam praktiknya, sebagai manusia dengan pengetahuan terbatas, seseorang sangat mungkin terperosok dalam bentuk pemahaman yang ekstrem dan berlebih-lebihan saat mempelajari ajaran agama. Kini, berkat bantuan teknologi komunikasi, ajaran agama yang berlebih-lebihan itu pun kian mudah tersebar luas, dan lalu berdampak pada rusaknya tatanan sosial kehidupan bersama. Karenanya, moderasi beragama tepat menjadi obat penawar bagi munculnya ekstremitas dalam cara pikir, cara beribadah, cara bermuamalah, yaitu dalam berinteraksi sebagai sesame mahluk sosial.
Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat.
***