muslimatnu.or.id. Bidang Hukum, Advokasi dan Litbang bekerjasama dengan Yayasan Himpunan Daiyah Dan Majelis Taklim (HIDMAT) Muslimat NU Pusat PP Muslimat NU menyelenggarakan taklim virtual dan riyadhah nasional dengan topik utama Fiqih Keluarga “Pernikahan Online”, kegiatan dilaksanaan secara virtual, pada Selasa (12/1/2021).
Acara yang dilaksanakan secara virtual diikuti oleh Pengurus Pusat Muslimat, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Anak Cabang, Pengurus Ranting, dan Pengurus Anak Ranting Muslimat di Seluruh Indonesia, serta perwakilan Pengurus Cabang Istimewa Muslimat di berbagai belahan dunia sejumlah 314 peserta.
Taklim dan riyadhah nasional ini merupakan ikhtiar yang dilakukan oleh pengurus pusat Muslimat Nahdlatu Ulama dalam merespon kondisi kekinian, setidaknya ada dua tujuan, yaitu: Pertama, mendoakan bangsa Indonesia agar musibah virus Covid-19 ini segera diangkat dan dijauhkan dari rakyat Indonesia. Kedua, ikhtiar merespon maraknya fenomena sosial yaitu pernikahan online, yang perlu direspon melaui pendekatan fiqih.
Riyadhah Nasional di pimpin oleh DR. Hj. Romlah Widayati, MA, dengan membaca Surah Yasin dan Ratibul Haddad.
Dalam sambutan dan pengarahanya Anggota Dewan Penasihat Muslimat, Nyai Hj. Mahfudhoh Aly Ubaidi binti KH. Wahab Hasbullah mengatakan, mudah-mudahan tahun 2021 HIDMAT Muslimat NU semakin sukses da’wah virtual bil IT. Keluarga adalah amanah dari Allah, insyallah dengan menjalankan amanah ini kita mendapat rahmat dan ridha Allah SWT.
“Kami sengaja membuat tema fiqih keluarga, pernikahan online. Keluarga merupakan benteng kita untuk menyelamatkan masa depan generasi muda Indonesia. Jika pernikahan itu salah, maka madhorotnya semakin besar” kata Nyai Mahfudoh.
Sementara itu, Ketua Umum Muslimat, Bu Nyai Hj. Khofifah Indar Parawansa. MSi, menyampaikan prinsip dari pernikahan adalah “mitsaqon Gholidza” perikatan yang kuat harus memenuhi syarat dan rukun nikah. Ini persoalan yang strategis dibahas oleh Hidmat dan Bidang Advokasi. saya mohon, diskusi ini bisa menjadi berseri.
Pada posisi membangun keberadaban, menjadikan proses kehidupan kemanusiaan dan proses kehidupan makhluk yang lain ada yang membedakan karena terkonfirmasilah bin dan bintinya. Pada posisi-posisi ini, dengan rekayasa teknologi, sehingga pernikahan online ini menjadi bagian yang penting untuk kita bahas besama.
“Proses mitsaqon gholidza ini adalah sebuah perikatan yang kuat, ini sesuatu yang sangat esensial untuk kita bangun dari proses pernikahan, terus bagaimana proses keberadaban dari kemanusiaan itu yang harus terjaga melalui sebuah pernikahan. Itulah bedanya antara manusia dan makhluk Allah yang lain”, jelas Gubernur Jawa Timur
Saya berharap riyadhah seperti ini dijadikan tradisi kita untuk munajat kepada Allah, dari berbagai munajat kita mudah mudahan Allah bukakan pitu kemudahan bangsa ini untuk keluar dari masalah pandemi Covid-19. Mudah-mudahan muslimat NU, kita semua diberi kesehatan, diberikan nikamat barokah untuk bisa melanjutkan perjuangan di Muslimat NU.” pungkas Ibu Hj. Khofifah.
Pada sesi diskusi yang di moderatori oleh DR. Hj. Sururin, M.Ag. dengan narasumber utama Ketua Bidang Hukum, Advokasi dan Litbang PP Muslimat, Dra. Hj. Mursyidah Thahir, MA, mengatakan tema fiqih pernikahan online ini sesungguhnya hal yang baru. Perkawinan online adalah perkawinan yang dilakukan antara kedua mempelai melalui daring secara real time tanpa kehadiran fisik.
“Aktivitas online adalah perbuatan yang nyata dan bukan fiksi. Oleh karenanya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum”, kata Nyai Mursyidah Thahir, yang juga Dosen di Institute Ilmu Al-Qur’an, Jakarta.
Menurut Nyai Mursyidah, ijab qobul secara online hukumnya sah, terlebih di masa pandemi Covid- 19 fenomena perkawinan online dilakukan masyarakat sebagai solusi mengatasi kesulitan ketika salah satu pihak terpapar Covid-19.
“Praktik ijab qabul yang dilakukan secara online hukumnya sah sepanjang telah memenuhi syarat dan rukun sesuai yang ditetapkan agama maupun Undang-Undang Perkawinan”, ungkap Nyai Mursyidah.
Persolan yang selama ini yang menjadi perdebatan adalah terkait shighah/ijab qabul dalam satu majelis, terjadi ikhtilaf diantara ulama, menurut Imam Syafi`i satu majlis artinya pada saat pengucapan Ijab dan qabul dilakukan, semua pihak (kedua calon mempelai, wali dan dua saksi) harus berada di satu tempat/ruangan yang sama.
Sedangkan menurut menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, satu majlis artinya pada saat pengucapan ijab dan qabul dilakukan, semua pihak terkait harus berada dalam waktu yang sama meskipun tempatnya berbeda (wujudul qabul minal muta`aqidaini fi waqtin Wahidin).
Yang terpenting substansi shighah akad dalam satu majlis adalah semua pihak bisa melihat wajah dengan sempurna, semua pihak bisa mendengar suara dengan sempurna, semua pihak bisa memahami ucapan shighah dengan sempurna. Bila shighah dilakukan via telpon tidak menjamin kesempurnaan sehingga dimungkinkan terjadinya kesalah pahaman maka akad menjadi tidak sah. Namun, bila dilakukan dengan online dan menjamin kesempurnaan substansi shighah akad maka akad menjadi sah.
Lebih lanjut, anggota komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat ini menjelaskan, Perkawinan online tidak disarankan apabila dilakukan dalam kondisi normal bahkan bisa berlaku haram.
“Perkawinan online diharamkan bila dilakukan untuk tujuan penipuan atau mengakibatkan kesengsaraan bagi salah satu calon mempelai”, jelasnya.
Diakhir pemaparannya, Nyai Mursyidah menyampaikan, pernikahan online tidak sah, bila perkawinan dilakukan dengan pasangan yang salah orang, dilakukan dengan pasangan sesama jenis, perkawinan dilaksanakan dengan cara paksa atau dengan ancaman, diketahui ternyata pasangannya adalah mahram, dan signal terganggu atau hilang yang menyebabkan salah satu pihak tidak bisa mendengar suara, tidak bisa melihat wajah atau memahami shighah akad.