Sima’an Al-qur’an juz 6 oleh Ny.Dr.Hj. Lilik Umi Kaltsum sebagai pengasuh Pondok Pesantren “Ngolah Roso” dan salah satu jajaran Ketua HIDMAT Muslimat NU Pusat. Acara dirangkai dengan Taklim virtual online yang digagas oleh Yayasan Himpunan Da’iyah dan Majelis Taklim (HIDMAT) Muslimat NU Pusat (Selasa, 18 Oktober 2022) dengan platform zoomeeting mengambil tema “Kekerasan Pada Anak” dengan narasumber Hj.Margaret AM, MSi, dari KPAI dan kebetulan sebagai Ketua PP Fatayat NU. “Topik ini mengingatkan kita akan pentingnya peran ibu dalam upaya mengurangi bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak di sekitar kita karena dapat berdampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kehidupan mereka di masa mendatang” ujar Hj. Ariza Agustina M.Si
.
Berbagai dampak kekerasan pada anak, yang tergolong dominan pada anak berupa kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan psikologis – selain bentuk kekerasan verbal, eksploitasi, penelantaran atau pengabaian terhadap kesejahteraan anak dapat memberi bekas luka fisik dan emosional, menimbulkan perilaku menyimpang, dan penurunan fungsi otak hingga penurunan kualitas hidup sang anak di kemudian hari, bahkan tak jarang seumur hidup mereka. Beberapa efek kekerasan bersifat emosional, seperti anak sering sedih, kesepian, takut atau marah, sulit tidur atau bermimpi buruk, memiliki rasa percaya diri rendah, tidak percaya orang lain, mudah curiga dan sulit berinteraksi, bahkan ingin melukai diri sendiri, melakukan tindakan yang berbahaya, hingga ingin bunuh diri. Selain itu, pengalaman trauma mereka dapat meningkatkan risiko penyakit asma, depresi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, obesitas, hingga kecenderungan mengonsumsi alkohol berlebih atau narkoba. Bahkan mereka berisiko melakukan hal yang sama pada anak saat mereka menjadi orangtua.
Sebagai orangtua mungkin merasakan bagaimana anak menjadi anugerah terbaik, karena anak adalah kesenangan hidup bagi kedua orang tuanya (QS.Ali Imran: 14), penenang dan penyejuk perasaan (QS. Al Furqan: 74). Bahkan, anak juga penerus garis keturunan dan penerus cita-cita hidup kedua orang tuanya (QS. Al Baqarah: 133). Oleh karena itu, anak-anak yang hatinya masih bersih, yang menjadi amanat bagi kedua orang tuanya perlu diasah dengan penuh kebaikan, sehingga diharapkan dapat menjadi anak-anak yang shaleh, taat, dan bertanggung jawab dengan mengikuti ajaran-ajaran Islam, yang dapat membuat pahala mengalir kepada kedua orangtuanya.
Anak adalah buah hati yang tak ternilai harganya bagi keluarga, menjaga tumbuh kembang mereka merupakan kewajiban mutlak kedua orang tua. Oleh karena itu orang tua berupaya memilihkan pendidikan yang baik, pergaulan yang baik, lingkungan yang mendukung, bahkan mengarahkan anak-anaknya. Secara hukum, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang-nya serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sebagaimana konstitusi. Namun, dalam realitas, menjaga agar anak-anak kita dan anak-anak di sekitar kita menjadi anak-anak yang diharapkan bukan perkara mudah. Kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga disadari atau tidak, dapat terjadi di rumah, sekolah, maupun di masyarakat.
Sebagian kita mungkin tahu betapa masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekitar kita. Tragedi penganiayaan bayi laki-laki berusia 1,5 tahun oleh ibu kandungnya LPN (24), yang mengantar sang ibu mendekam di balik jeruji dan sang bayi dititipkan di Panti Asuhan (12 Sept.) atau kasus kekerasan anak-anak remaja putri yang diduga dipaksa menjadi pekerja seks oleh sindikat prostitusi daring (11 Agt), atau persoalan perundungan yang masih belum dianggap masalah serius, sekadar candaan, yang baru-baru ini di Tasikmalaya, 27 Juli menyebabkan kematian, menunjukkan betapa perlindungan anak dari kekerasan, mesti menjadi perhatian serius, menjadi komitmen dan aksi serius oleh pemerintah dan masyarakat.
Kekerasan terhadap anak tidak sekedar masalah kemiskinan, dapat pula karena disebabkan oleh persoalan struktural di masyarakat, atau mungkin pula terkait pengajaran orangtua dalam proses tumbuh kembang mereka. Tema Peringatan Hari Anak Nasional 2022 bahwa ”Anak Terlindungi, Indonesia Maju,” tentu membutuhkan keterlibatan banyak pihak, khususnya perempuan sebagai ujung tombak perlindungan anak di lingkungan rumah dan di masyarakat. Memulai dari rumah sendiri, kepada anak-anak kita, kemudian di lingkungan kita mungkin dapat membangun lingkungan aman bagi anak dan komunitas yang memberi perhatian terhadap perlindungan anak di lingkungan tinggal masing-masing. “Oleh karena itu, mungkin diperlukan upaya-upaya seperti membangun kesadaran tentang perilaku yang baik di lingkungan kita, utamanya dalam diri kita dan anak-anak kita, mengajarkan anak-anak kita pentingnya memilah informasi untuk dikonsumsi, mengajarkan batasan pergaulan pria-wanita, dan lain-lain”. Imbuh Ariza
Menurut narasumber Hj. Margaret, dari unsur KPAI dan menjabat Ketua Umum PP Fatayat NU, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (Pasal 1 angka 15a UU 35/2014).
Indikator dampak kekerasan pada anak bahwa secara fisik terdapat luka atau memar di bagian tubuh, luka di sekitar vagina atau alat kelamin. Secara psikis anak mengalami depresi, tidak percaya diri, cemas, sedih berkepanjangan, perasaan putus asa, rasa bersalah dan menyalahkan diri, khawatir dan takut, menyakiti diri sendiri, mimpi buruk, keinginan bunuh diri, gangguan kesehatan mental.
Dari perpektif kesehatan : kekerasan menjadikan adanya gangguan kesehatan, penurunan berat badan, gangguan pencernaan, infeksi saluran kencing, kehamilan tdk diinginkan, PMS. Penurunan semangat belajar dan prestasi di sekolah, tidak mau sekolah, bermasalah di sekolah dan tempat lainnya.
Kontributor : A-Zhoem