Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mentransfer ilmu pengetahuan, menanamkan rasa keutamaan, membiasakan perilaku yang dibenarkan oleh aturan agama dan tatanan masyarakat dengan adab kesopanan yang tinggi, serta mempersiapkan anak didik untuk kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran.
Pendidikan Islam adalah proses pembelajaran yang tujuannya untuk tercapainya lima sasaran terhadap peserta didik, yaitu: (1) Membentuk akhlak mulia, (2) Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, (3) Persiapan untuk mencari rejeki dan memelihara manfaatnya, (4) Menumbuhkan semangat ilmiah, (5) Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil. Dengan demikian tujuan utama dari pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak mulia yang merupakan sifat para nabi dan rasul serta orang-orang pilihan Allah Swt., sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin bahwa “Budi pekerti yang baik adalah sifatnya penghulu para rasul dan paling utamanya perilaku para shiddiqin. Pada hakikatnya budi pekerti baik itu separuh dari agama, buah dari mujahadahnya orang-orang yang bertaqwa dan riyadohnya para ahli ibadah”.
Syed Naquib al-Attas berpendapat bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah pendidikan yang menitik beratkan pada pembentukan aspek pribadi, juga mengharapkan pembentukan masyarakat yang ideal tidak sampai terabaikan. Hal ini karena masyarakat terdiri dari perseorangan-perseorangan maka membuat setiap orang atau sebagian besar diantaranya menjadi orang-orang baik yang berarti pula akan menghasilkan masyarakat yang baik.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pendidikan adalah suatu proses yang pasti dijalani oleh setiap manusia, baik melalui proses pendidikan secara khusus yakni bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, maupun proses pendidikan secara umum yang bertujuan mengembangkan semua aspek kepribadian manusia untuk menjadi individu yang lebih baik.
Faktor pendidikan inilah dan pengetahuan yang luas, moderat menjadi modal awal sikap dan cara pandang beragama dan memandang keberagaman yang ada di Indonesia dengan keunikan dan kekayaan budaya lokal dan keberagaman dipandang arif bijak dan damai dengan keluasan ilmu, pendidikan pengetahuan dan sikap toleran yang tinggi.
Muslimat NU dalam Halaqoh Moderasi Beragama mengusung isu kemanusiaan dijaga dan praktek ramah dan damai menjadi konsep awal dasar implementasi “Inna Akromakum ‘Indallahi Atqookum”, bahwa sesungguhnya yang paling mulia disis Allah Swt adalah orang yang paling bertaqwa. Memandang seseorang, fenomenologi alam tidak dipandang sepotong-potong dan kasat mata. Substansi menjadi hal utama untuk cara pandang dan perilaku bahwa memanusiakan manusia dan alam menjadi praktek humanisasi ramah dan damai antar golongan, suku ras, bahasa dan beda keyakinan agama sekalipun. Mensikapi fenomena dilapangan yang kontroversif seperti praktek shalawatan di gereja, ucapan selamat Natal, Shalawat dengan Naghom Jawa, simbolisasi agama disikapi dengan dewasa dan moderat, Bila shalawatan tidak di gereja makin maslahah kenapa harus di gereja, ujar Prof. Dr. Hj.Sri Mulyai, MA sebagai salah satu narasumber halaqoh antar bu Nyai dan Ustadzah di Muslimat NU.
By : Azzah Zumrud Muallif